INFO TERBARU

Sabtu, 13 September 2014

Kisah Bisnis Karjono Pemilik Nasi Bebek Ginyo, Usia Bukan Halangan Memulai Wirausaha

Kisah Bisnis Karjono Pemilik Nasi Bebek Ginyo, Usia Bukan Halangan Memulai Wirausaha

 
 
 
 
 
 
Rate This

Usianya sudah tidak lagi muda. Jika dihitung-hitung, pria yang belum lama pensiun dari sebuah perusahaan penerbitan ini sudah pantas dipanggil kakek. Antonius Karjono, pria kelahiran Yogyakarta 60 tahun lalu ini, baru beralih profesi sebagai wirausahawan saat pensiun.
Semula pria yang akrab disapa Jon ini memulai usaha dagang koran tetapi dia banting setir dengan membuka usaha makanan. Maka lahirlah The Jon’s Burger di Tebet pada Mei 2006.
Dengan usaha keras, usahanya makin berkembang. Hingga setahun kemudian dia kembali membuka usaha makanan dengan nama Bebek Ginyo, masih di lokasi yang sama.
“Dahulu kawasan Tebet belum seramai sekarang, jadi boleh dibilang The Jon’s Burger turut menjadi cikal bakal keramaian kawasan makan Tebet dan sekitarnya,” ujar Jon.
Kembali ke Bebek Ginyo, Jon mengaku bukanlah seorang ahli di bidang bisnis makanan. Bahkan tidak pernah terbayang sebelumnya jika dia akhirnya membuka usaha restoran.
Jauh sebelum Bebek Ginyo, di Jakarta sudah ada beberapa rumah makan dan warung yang menyediakan menu bebek meski jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari.
Padahal cita-cita sebelumnya adalah membuka usaha rumah makan soto yang sudah pasti tidak akan pernah kehilangan penggemarnya. Namun, pikirannya berubah saat dia bersama dua anaknya berkunjung ke Surabaya. Di kota ujung timur Pulau Jawa itu, Jon menanyakan ke beberapa orang menu apa paling favorit di kota itu.
Ternyata jawabannya adalah nasi bebek. Belum puas dengan jawaban tersebut, pria yang masih tampak segar pada usia senjanya itu menanyakan restoran apa yang menyediakan menu nasi bebek paling enak dan terkenal.
“Akhirnya saya dibawa ke salah satu restoran nasi bebek di kawasan Perak Surabaya yang menurut saya memang paling enak. Sepulang dari restoran itu tiba-tiba saya lontarkan ide untuk membuka restoran bebek kepada anak-anak saya,” ujarnya.
Idenya itu tidak lantas begitu saja direalisasikan. Butuh waktu setahun lamanya bagi Jon dan anggota tim yang terdiri dari anak dan istrinya itu untuk menemukan resep paling jitu dalam pengolahan daging bebek yang terkenal amis dan tidak seempuk daging ayam.
Bukan hanya itu, melainkan ketiga anaknya juga mendapatkan tugas cukup berat untuk bisa menemukan siapa tukang masak bebek paling andal yang dapat mereka pekerjakan.
Setahun berjalan, akhirnya Jon memiliki tiga juru masak yang dua di antaranya sudah memiliki keahlian di bidang masak-memasak daging bebek, sedangkan seorang lagi dilatih secara khusus.
Selama proses itu pula, Jon dan tim menentukan menu apa saja yang akan disajikan sebagai menu hidangan para calon pelanggannya.
Akhirnya terpilih beberapa menu masakan bebek mulai dari bebek bakar, goreng, balado, sambal ijo, dan kremes jadi menu utama sajian mereka.
Saat proses belajar memasak selesai, saatnya mencari lokasi berdagang yang paling sesuai dan menjadi pusat keramaian.
Beruntung, Jon yang sudah memiliki lokasi The Jon’s Burger dan kedua anaknya dengan dua butik toko pakaian, mendapat satu lahan baru yang akhirnya menjadi lokasi Bebek Ginyo untuk didirikan.
“Kalau orang awam bilang saya menemukan lokasi Bebek Ginyo karena faktor keberuntungan, tapi kalau orang beriman bilang ini karena anugerah dari Tuhan,” ujar pria yang sehari-harinya tinggal di kawasan Jatibening Bekasi ini.
Kini, setahun berjalan Bebek Ginyo didirikan di Tebet, kawasan pusat jajan ini menjadi makin ramai saja.
Bukan hanya dipenuhi oleh kalangan eksekutif yang berkantor di kawasan Tebet dan sekitarnya, melainkan beberapa kelompok mahasiswa dan pelajar juga kerap menyambangi kawasan ini.
Oleh karena itu, harga yang dipatok Bebek Ginyo juga tidak terlalu mahal, berkisar antara Rp20.000 dan Rp25.000 untuk menu lengkap makan dan minum.
Tidak heran jika setiap hari Jon harus menyediakan sedikitnya 200 hingga 250 ekor bebek yang akan diolah dalam variasi bumbu dan rasa.
Meski berharga murah, bukan berarti sajian restoran ini murahan. Dari bangunannya saja, dominasi hitam dan merah restoran Bebek Ginyo menjadi daya tarik tersendiri.
Belum lagi aneka pernak-pernik bergaya vintage yang sengaja dikumpulkan anak sulung Jon sebagai pelengkap desain ruangan restoran, menjadikan restoran ini cocok dijadikan ajang kongkow-kongkow kawula muda.
Beberapa faktor itu pula yang menjadi kelebihan dari Bebek Ginyo jika dibandingkan dengan restoran bebek lainnya.
Jadi tidak heran jika di sudut-sudut tertentu restoran yang notabene menyediakan menu makanan berat ini tetap ramai dipenuhi orang muda yang sekadar duduk berkumpul sembari menikmati secangkir minuman dingin.
“Ini kelebihan kami supaya bisa bersaing dengan tempat makan lain yang ada di sekitar Tebet. Rata-rata 800 hingga 1.000 pengunjung datang dan pergi setiap hari,” ujarnya.
Setidaknya, usia pensiun bukan alasan seseorang berhenti berkarya. Ini ditunjukkan dengan Jon yang tidak pernah berhenti berusaha. Dengan usaha keras dan kejelian melihat peluang bisnis, sukses bisa diraih. (*/BI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar