Hasnah, Wirausaha Wanita Yang Sukses Dengan Pembibitan Itiknya.
REP | 31 May 2013 | 17:30 Dibaca: 1828 Komentar: 0 3
Hasnah Tinggi begitu sapaan akrabnya di Kel. Manisa Kec. Baranti Kab. Sidrap, Sulsel. Wanita berusia 32 tahun ini sejak duduk dibangku SMP sudah menekuni penetasan itik karena orang tuanya memang sudah menggeluti usaha tersebut. Selang beberapa tahun kemudian tepatnya tahun 1992, atas inisiasi Hasnah dan teman-teman tetangganya yang memang rata-rata sudah beternak itik saat itu untuk membentuk kelompok tani wanita“Mattirodeceng”dan Hasnah terpilih menjadi Ketua. Disinilah Hasnah berpikir dengan adanya lembaga kelompok tani wanita yang dipimpinnya, suatu saat kelompok ternak itik dan masyarakat Sidrap tidak lagi mengambil bibit itik umur sehari (Day Old Duck disingkat DOD) yang selama ini dipesan dari Mojokerto, melainkan kelompoknya bisa memproduksi bibit itik sendiri. Alhasil, kini DOD yang dihasilkan telah merambah memenuhi permintaan pasar yang datang dari berbagai daerah dan terkadang kewalahan tak mampu memenuhi permintaan pasar.
Yang menarik, Usaha penetasan telur itik “Mattirodeceng” yang di ketuai Hasnah Tinggi tersebut dimulai dengan modal swadaya kelompok. Lambat laun dengan kerja keras kelompoknya, dan tak lepas dari peran Pemda setempat usaha penetasan Hasnah menuai hasil yang menggembirakan. Ia begitu optimis bahwa usaha kelompok penetasan itiknya memiliki nilai yang sangat besar bagi diri dan keluarganya, kelompok ternaknya, serta masyarakat sekitar tempat tinggalnya.
Bagaimana tidak, ketika permintaan anak itik yang diistilahkan anak itik umur sehari (Day old duck) begitu tinggi setiap tahunnya belum lagi untuk itik pedaging untuk pasar rumah makan dan kebutuhan telur itik untuk bahan kuliner, maka usaha penetasan yang dijalankan Hasnah terbilang sangat prospektif.
Konsekwensi logis tersebut membuat Hasnah terus bekerja dengan ulet dan penuh ketekunan. Sehingga wanita yang belum dikaruniai anak ini bisa meraih penghargaan sebagai pemuda pelopor wirausaha tingkat propinsi sulsel dengan mendapat juara II. Tak hanya itu ia juga mendapat penghargaan KTNA di PENAS tingkat nasional di Tenggarong, Kutai - Kaltim sebagai juara I dengan kategori wirausaha penetasan itik. Selanjutnya kembali lagi meraih juara I di tingkat Propinsi Sulsel. Penghargaan ini adalah buah kerja kerasnya selama ini berkat kegigihannya terbukti secara nyata memimpin kelompok wanita tani “Mattirodeceng” yang dinilai bisa menghasilkan produksi anak ayam itik (DOD) melalu mesin tetas yang dirakit sendiri oleh kelompknya dengan kualitas yang baik.
Menurut Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Sidrap, Ir. Azis Zainuddin ketika ditemui Trobos secara terpisah mengatakan untuk peternakan itik di Sidrap ini merupakan salah satu sumber bibit yang selama ini yang di kenal di Sulsel, karena kebanyakan produk bibit DOD diproduksi oleh kelompok wanita tani seperti halnya Mattirodeceng di Kel. Manisa tersebut, bahkan kami sering diminta untuk memfasilitasi bantuan permintaan itik dari berbagai daerah di Sulsel seperti Sinjai, Bantaeng, Barru, Enrekang bahkan Kab. Luwu dan Tana Toraja,” ungkapnya.
Azis melanjutkan untuk pengembangan wirausaha penetasan itik atau pembibitan DOD yang dilakukan Hasnah dan kawan-kawan di Sidrap sangat bagus karena kelompok wanita tani “Mattrodeceng” ini sudah dikenal keberadaannya dan kualitas DOD yang dihasilkan juga sudah cukup bagus sehingga permintaaan bibit DOD juga semakin meningkat dan tidak menutup kemungkinan yang tadinya skala rumah tangga bisa saja ke depannya kita jadikan skala industri karena sesuai data yang kami peroleh bahwa di Kel. Manisa tersebut hampir seluruhnya memiliki usaha penetasan itik, dengan kepemilikan mesin tetas rata-rata 10-20 unit dengan kapasitas antara 500-2500 butir per unit. Dengan kapasitas tersebut maka produk DOD yang dihasilkan jika dihitung jumlah tersebut sangat menjanjikan meski masih skala rumah tangga”, jelas Azis alumni Fak. Peternakan Unhas angkatan 83 ini.
Kini usaha penetasan itik kelompok wanita tani “Mattirodeceng” yang diketuai Hasnah telah menjadi buah tangannya dan menjadi populer di Wilayah Sidrap bahkan diberbagai daerah. Dengan begitu wirausaha tersebut sangat menjanjikan di daerahnya dan bagi siapa saja yang ingin berkunjung dan melihat langsung usaha penetasan itik yang beralamat di Kelurahan Manisa, Kecamatan Baranti sebelah timur Kota Rappang dan sebelah utara Ibu Kota Pangkajene Sidenreng Rappang. Dengan jarak tempuh ±180 km dari Ibu Kota Propinsi Sulsel yakni kota Makassar, tidak sulit menemukan rumah Hasnah Tinggi yang tak pernah sepi dari pengunjung yang ingin melihat langsung usaha penetasan itik.
Berbekal pendidikan SLTA yang dimilikinya, Hasnah punya obsesi tersendiri ketika melihat para peternak itik yang umumnya masih skala tradisional di sekitar tempat tinggalnya tersebut agar bisa maju dengan sebuah wadah kelompok tani wanita yang dipimpinnya.
“Sebagai wanita saya sadar akan peran saya sebagai ibu rumah tangga yang juga harus berbuat dan di kelompok wanita tani “Mattrirodeceng” yang rata-rata adalah istri-istri ini ingin membuktikan peran itu untuk membantu pendapatan ekonomi keluarga melalui usaha peternakan itik dan penetasan telur itik ini termasuk membantu para suami yang rata-rata hanya petani biasa”, ungkap Hasnah, istri dari Bapak Wollang ini.
Wanita kelahiran Sidrap 32 tahun lalu ini menceritakan kisahnya tertarik dengan usaha penetasan telur itik yang sebelumnya digeluti orang tuanya. Karena terinspirasi dengan usaha yang telah digeluti orang tuanya sejak lama. Ia ingin usaha tersebut tidak begitu-begitu saja dan harus berkembang lebih maju. Disinilah ide untuk membentuk kelompok wanita tani “mattrirodeceng tercetus bersama teman-temannya yang saat itu mempunyai 25 anggota kelompok. Dengan jumlah anggota 25 orang tersebut serta tekad yang besar serta dukungan fasilitas baik itu teknis dan non teknis yang didapatkan dari instansi Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Sidrap, maka hingga saat ini jumlah anggota kelompoknya telah berkembang menjadi 60 KK (kepala keluarga).
“Saya ingat di tahun 1992 modal awal saat itu sebanyak 2.500.000,- yang bagi saya sudah sangat banyak bisa memulai dengan memesan itik 1000 ekor dari Mojokerto. Disinilah cikal bakal penetasan itik dimulai. Proses pemeliharaan dari 1000 ekor tadi menghasilkan telur itik yang kemudian kami tetaskan dengan mesin tetas yang mula-mula kami punya. Dan Tanpa lepas dari peran dan bimbingan para penyuluh pertanian lapangan (PPL) pada saat itu. Dari sinilah berkembang usaha penetasan itik menhasilkan anak itik dan berkembang terus menerus hingga sekarang ini”, jelas Hasnah penuh semangat.
Dengan kapasitas mesin 2500 butir per orang, dan tiap anggota memiliki 5 unit mesin tetas dengan jumlah anggota 25 orang saat itu kini telah menghasilkan anak itik DOD yang kualitasnya sangat lumayan. Kini masing-masing anggota bisa menghasilkan anak itik. Proses perjalan kelompoknya telah berjalan sebagaimana mestinya dan keuntungan yang diraih kelompoknya sudah bisa melakukan perputaran. Dan hingga saat ini berkembang menjadi 60 KK, setiap anggota telah memiliki 30-40 mesin penetas.
Jika dihitung harga telur yang ditetaskan saat ini jika disesuaikan dengan harga dipasaran saat itu adalah 1500 per butir dan kami membelinya dengan harga 1700 per butir. Karena tergantung kualitas telur yang dibeli. Disini ia terus belajar dan menganalisa bagaimana ia bisa menghasilkan anak itik DOD yang bagus, seragam dan yang sesuai dengan sifat genetik alami dari itik petelur.
“Setiap unit mesin tetas kapasitasnya 500 butir telur, dan saat ini setiap KK minimal memiliki 5 mesin tetas, saat ini ada 60 kepala keluarga yang tergabung dalam binaan kelompok wanita tani dengan jumlah mesin tetas sekitar 600 unit. Persentase keberhasilan mesin tetas kami 70-75 persen”, jelasnya.
Mesin yang kami gunakan adalah sebagian besar kami buat sendiri, kami bisa membuatnya karena di kelompok kami sering diadakan pelatihan pembuatan mesin tetas dengan dana swadaya kelompok yang difasilitasi oleh Dinas Peternakan Sidrap dan kami pernah mendapat bantuan mesin tetas dari Propinsi Sulsel.
Keterampilan Hasnah disini tidak main-main karena selain bisa melakukan sexing telur yakni memisahkan anak itik jantan dan betina juga rasa ingin tahunya yang tinggi dan tak kenal putis asa dalam belajar. Hal ini bisa dimaklumi karena keterampilan ini adalah bakat alami yang didapatkan orang tuanya yang memang peternak itik sejak dulu. Ditambah lagi dengan Hasna sering mengikuti pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan penetasan itik. Dan hingga saat ini kelompoknya masih bermitra dengan Balai Pelatihan Pegawai Pertanian (BLPP) Batang Kaluku Kab. Gowa.
Sedamgkan menurut Andi Oddang, Pegawai Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kab. Sidrap mengatakan, disinilah tantangan bagaimana kualitas itik DOD yang dihasilkan kelompok wanita tani “mattirodeceng” ini bisa bersaing dari produksi yang ada di Pulau Jawa, karena jika dibandingkan dengan yang ada di Jawa, sangat terkait dengan sistem kemitraan agribisnis yang begitu kokoh mereka terapkan disana.
Disini ia memulai mendatangkan telur itik baik dari Sidrap yang umumnya peternak berpindah-pindah ketika dimana musim panen telur itik, disitu ia mendatangkan telur untuk ditetaskan. Ketika menjelang musim panen di Kab. Sidrap ini maka telurnya kita dapatkan Sidrap. Ketika Musim panen di Palopo kami ke sana membelinya, begitupula di Kab. Pinrang sampai di Kab. Polman, kami mengambil telur itik kesana untuk ditetaskan.
Dengan modal keberanian dan tekadnya yang begitu besar untuk memajukan kelompok wanita taninya, Hasnah dan kawan-kawan merakit mesin penetas tersebut dengan kapasitas 2500 butir, dan berupaya agar kapasitas mesin tersebut bisa diisi penuh. Harga telur yang ia beli untuk ditetaskan pada saat itu Rp. 1500 per butir. Ternyata hasil percobaan dari telur yang ia tetaskan 2500 butir tersebut berhasil dengan 1875 butir telur yang menetas.
Wanita berdarah Bugis ini menegaskan, kesalahan dalam mengelola telur itik yang akan di tetaskan bisa berdampak kegagalan pada saat penetasan. “Anak itik umur sehari (Day Old Duck) akhirnya kami hasilkan setelah mencoba 2500 telur jumlah yang menetas adalah 1875 butir dari 2500 butir yang ia tetaskan, cukup memuaskan dengan persentase daya menetas telurnya. Ternyata selama 28 hari lamanya proses penetasan, persentase daya tetasnya berkisar 70-75 persen dan meski begitu hasilnya begitu memuaskan”, ujar Hasnah penuh semangat.
“Dari persentase yang memuaskan tersebut, saya sudah mulai menjual anak itik DOD dengan harga Rp. 7000 ke para petani yang berminat disekitar Kab. Sidrap. Dan sebagian DOD yang dihasilkan, saya pelihara secara intensif untuk kemudian dijadikan induk lagi, hingga berumur 6 bulan. Hingga induk ini bertelur dan saelanjutnya telurnya akan ditetaskan lagi, dan begitu seterusnya”, ujarnya.
Tahun 2010 lalu kelompoknya pernah mendapatkan dukungan dana berupa uang tunai dari pemerintah propinsi Sulsel senilai 30 juta dan saat ini masih dikelola oleh kelompoknya. Dana inilah yang digunakan Hasnah bersama kelompok ternaknya dalam mengembangkan usaha penetasan itiknya.
Hasnah akui bahwa banyak keuntungan yang didapatkan dari program bantuan sosial tersebut adalah kelompok ternaknya tidak lagi membeli bibit DOD. Sebagai contoh, bibit DOC dengan harga 7 ribu rupiah per ekor, bisa menjadi 5 ribu rupiah karena DOC bisa di produksi sendiri dengan mesin penetas yang sudah ada. Sehingga selisih dari harga itu ia bisa kelolah dengan baik untuk digunakan dengan kepentingan yang lain di usahanya.
Pasar
Pemasaran yang di lakukan Hasnah dalam usaha kelompok wanita tani penetasan itik “Mattro Deceng” selain menghasilkan anak itik DOD dengan harga 7 ribu per ekor, kelompoknya juga menjual telur itik untuk konsumsi warung dengan harga 7000 per ekor.
Untuk Hasnah pribadi, jumlah kapasitas mesin tetas adalah 10.000 telur tetas dengan modal 10 juta lebih, target keuntungannya sekitar 40 juta untuk satu periode. populasi 200 ekor, hasil penjualannya bisa di dapat 30 ribu bersih rupiah per hari, sedangkan untuk penjualan ayam, bisa di dapat keuntungan 5 ribu per ekor”, katanya.
Ditambah lagi keuntungan penjualan itik jantan umur 3 bulan (60-90 hari) masing-masing dengan harga 25 ribu per ekor sedangkan untuk induk afkir dijual dengan harga 30 ribu per ekor.
Disamping itu, hasil sampingan lain dari wirausaha wanita penetasa itik ini adalah penjualan telur itik. Dimana telur itik yang dihasilkan kelompok wanita tani ini dilakukan seleksi 1×24 jam dengan cara meneropong telur (candling) menggunakanlampu agar di peroleh telur itik yang layak untuk ditetaskan. Dari perlakukan tersebut dihasilkan telur yang fertil dan telur yang infertil (tidak fertil). Untuk telur yang fertil ada perbedaan harga Rp. 200,- dengan telur yang infertil. Artinya telur yang fertil lebih mahal Rp. 200,- dibanding telur yang infertil. Inilah yang akan di jual ke pasaran umum oleh pedagang pengumpul sebagai pendapatan sampingan kelompok dan pemasukan kas kelompok.
“Dalam proses penetasan telur, dihasilkan anak itik jantan dan betina biasanya 50; 50 artinya perbandingan jantan dan betina yang dihasilkan dalam penetasan 50:50. Untuk DOD jantan dijual sesuai permintaan pasar atau pesanan. Karena terkadang para pemesan DOD ada juga yang meminta dimasukkan DOD jantan ke dalam boks. Dan jika DOD jantan yang tak laku di pasaran maka dipersiapkan utk itik pedaging yang mana permintaan pasarnya juga banyak. Begitu pula dengan DOD betina jika ada sisa maka akan dipelihara kembali sebagai indukan untuk bisa menghasilkan telur itik lagi”, ungkap Andi Oddang.
Untuk pasar DOD, pemesannya banyak datang dari luar propinsi sulsel seperti ke Kendari, Kolaka, bahkan sampai di Nunukan dan Gorontalo. Sedangkan untuk penjulan telur kebanyakan para bakul telur yang sudah menjadi pelanggannya menjual ke Kota Makassar.
Hasnah yang berlatar belakang anak seorang petani ternak itik ini sangat bangga bisa menjadi seorang wanita wirausaha ternak itik di daerahnya berikut kelompok wanita taninya karena disamping bisa mengajari para warga atau siapa saja yang ingin mengelola usaha penetasan itik jauga membantu menambah penghasilan rumah tangganya. Kegigihannya terus belajar mengembangkan riset praktis agar ke depannya bisa menghasilkan anak itik DOD yang berkualitas yang sesuai dengan permintaan pasar.
“Bagaimana memperkenalkan usaha wanita tani ini agar bisa dikenal luas, namun untuk memperkenalkan atau mempromosikan usaha ini agar akses pasarnya bisa lebih memasyarakat, tentu semuanya saya dan teman-teman harus dimulai dari diri sendiri dengan membina kelompoknya sebaik mungkin agar bisa terus menghasilkan daya tetas yang maksimal dan itik yang berkualitas serta berdaya saing tinggi, jika hal tersebut sudah tercapai saya yakin pasar akan datang dengan sendirinya dan tentunya sangat menjanjikan”, imbuh Hasnah yang sangat gembira ketika Trobos menyambangi kediamannya.*** (Imansyah – Kompasianer Makassar)
*Tulisan reportase ini juga telah dipublikasikan di Majalah Trobos*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar